Oleh : Purwo Rubiono, S.Ag.
Tidak diketahui mengapa dinamai pulo Sangiang, menurut
wawancara dengan tokoh masyarakat pulo Sangiang, bahwa orang tua mereka sudah
ada di pulau ini sejak tahun 1942, sejak zaman belanda. Surat-surat tanah milik
mereka terbuat dari kulit dengan logo burung, dan kini dipegang oleh perusahaan
Pondok Kalimaya yang konon masih keluarga istana di er orde baru, perusahan
yang bergerak di bidang pariwisata ini menguasai wilayah pantai pulau ini, kini
perusahaan tersebut sedang bangkru dan tak berlanjut pembangunan villanya yang
sudah dua dan tiga lantai itu.
(Gambar: Penginapan
di Blok Sepanjang yang dikelola oleh warga)
Jumlah penduduk pulau ini ada sekitar 54 kepala keluarga, dengan sebaran terbesar di blok Legon Waru sebagai pelabuhan utama yang ditempati sekitar 10 rumah dan masjid. Disini juga blok tempat tinggal Lukman alias Sobred, ketua pemuda, terdapat pula wc umum dengan tarif Rp. 3000,- fasilitas dengan air tawar, juga terdapat sebuah warung.
(Gambar : Pelabuhan
utama di blok Legon Waru)
Legon Waru adalah blok dermaga utama yang dilingkupi rawa
laguna (lagooon/legon), jarak dari laut ke dermaga sekitar satu kilometer
melewati hutan bakau, dan pada saat surut tak dapat dilewati kapal. Oleh karena
itu, lalu lintas Pulo Sangiang-Anyer tidak boleh lewat dari jam satu siang.
Tidak jauh dari Legon Waru, sekitar satu kilometer jalan
setapak ke dalam terdapat Blok Sepajang, blok pantai berkarang dan sebagian
kecil berpasir, pantai ini menghadap ke gunung anak Krakatau. Terdapat tiga
rumah, yaitu rumah ketua RT, dan dua puteranya, Uyung dan Aang. Ketua RT
berasal dari Cikoneng, Anyer, leluhurnya sudah lama tinggal di pulau ini.
Disini terdapat fasilitas penginapan yang cukup memadai untuk wisata, dengan fasilitas WC umum dengan sumur timba meski jaraknya agak jauh dari penginapan. Adapun energi listrik ditopang oleh tenaga surya dan angin, peralatan tersebut merupakan sumbangan dari PT. SMI. Jika tak ada angin dan mendung, lisrik hanya bisa support sampai pukul 2 dinihari. Hal inilah yang nampaknya menjadi masalah prioritas. Energi.
(Gambar: Pak Halil,
Imam Masjid Pulo Sangiang)
Sekitar sepuluh meter dari Blok Sepanjang ke dalam lagi terdapat Blok Kedongdong, ada tiga rumah, diantaranya rumah pak Holil, imam masjid sekaligus penghulu yang ditugaskan dari KUA Cikoneng. Namun beliau lebih sering menginap di Legon Waru karena masjid terletak disitu.
Dahulu, warga Pulo Sangiang sangat makmur, penghasilan
mereka bersumber dari pertanian seperti Singkong, Pisang, Kelapa, Pete, Nangka,
dan hasil pertanian lainnya, juga dari hasil laut seperti ikan dan kerang. Kemudian
datanglah perusahaan wisata penginapan dengan membeli sebagian tanah warga di
pantai, mereka mendatangkan oknum tentara secara ilegal untuk mengusir warga,
namun gagal karena warga melapor ke kelurahan Cikoneng yang kemudian di
lanjutkan ke DPRD Kab. Serang, tentara ditarik mundur. Tidak lama kemudian
didatangan pula jawara, namun upaya ini pun gagal karena para jawara memiliki hubungan
darah dengan warga. Dan upaya terakhir dengan mendatangkan babi hutan (celeng)
agar perekonomian warga dari pertanian lumpuh lalu meninggalkan pulau. Hal ini
pun gagal mengusir warga meski sudah dibantu oleh oknum dinas kehutanan. Dinas
kehutanan datang ke pulau setelah kedatangan perusahaan.
Cita-cita warga Pulo Sangiang saat ini adalah ingin
meramaikan wisata di pulo agar kesejahteraan masyarakat tercipta melalui
kegiatan wisata yang dikelola oleh warga. Wisata yang potensial adalah
Snorkling dan Fishing, yaitu wisata menyelam dan menembak/tombak ikan.
No comments:
Post a Comment