Jenis : Seni
Musik Tradisional (Dzikir & Solawat)
Tokoh : Jidi
bin Sangad bin Kamad
Alamat : Link.
Cikentang, Desa Sayar, Kec. Taktakan, Kota Serang
Usia grup : 3 tahun
(revitalisasi)
Kontak :
082310948790 (Tusman)
Deskripsi
Terebang Gembrung adalah jenis kesenian musik
tradisional Banten, yaitu berupa dzikir dan solawat yang diiringi dengan
waditera (alat musik) terebang (rebana) dan bedug (kendang). Dinamakan
“Terebang Gembrung” karena diambil dari suara terebang yang dipukul berbunyi
“brung-brung-brung”. Tidak ada menggunakan tarian.
Kesenian ini dipentaskan pada acara Maulid Nabi,
Muharram, serta pada resepsi pernikahan maupun khitanan, dan acara-acara
lainnya. Dzikir dan solawat yang digunakan sebagai lagu merujuk dari kitab
Barzanji ('Iqd al-Jawahir).
Kesenian ini dapat dikatakan hampir punah, karena
hanya ada di tiga tempat, yaitu pertama di lingkungan Cikentang, Desa Sayar,
Kecamatan Taktakan Kota Serang (15 menit dari alun-alun Kota Serang). Kedua di
Desa Cimoyan Kec. Taktakan, dan ketiga di Desa Pancur Kec. Taktakan.
Grup kesenian Terebang Gembrung yang dideskripsikan disini adalah yang
beralamat di Lingkungan Cikentang, pimpinan Tusman. Adapun grup Terebang
Gembrung di Cimoyan maupun di Pancur merupakan binaan dari grup di Cikentang. Tokoh
seniman Terebang Gembrung di Cikentang adalah Bapak Jahidi (60) bin Sangad bin
Kamad. Adapun tempat latihan dilakukan di rumah bapak Aminudin bin Tarina.
Sejarah
Diduga kesenian ini muncul sejak era Kesultanan
Banten. Menurut Tusman dari bapaknya, yaitu Jahidi, dari kakeknya Sangad, dari
bapaknya Sangad yaitu Kamad (wafat 1977 di usia 102 tahun), di masa hidup Bapak
Kamad pernah bercerita bahwa kesenian Terebang Gembrung sudah ada. Adapun
tawasul dan wasilah pada setiap mejelang pentas Terebang Gebrung menyebutkan
Syekh Abdul Qadir Jaelani, Nyi Mas Mayangsari, dan Bapak Kamad.
Grup Terebang Gembrung sebelumnya dimotori oleh alm.
Kamad dan alm Hasan. Kemudian diturunkan kepada Tarina dan Sangad. Sangad
adalah Bapak Jahidi. Pewaris grup Terebang Gembrung Cikentang yang sekarang.
Kemudian sempat vakum setelah beberapa personil wafat, kemudian Tusman melihat alat
terebang di rumahnya tergeletak, lalu ia berkomunikasi dengan Bapaknya, Jahidi,
maka dimulailah latihan-latihan dan pentas-pentas pada tahun 2015 awal.
Personil dan Waditera
Personil grup ini beranggotakan 21 orang yang
terdiri dari:
-
1 orang pemukul bedug,
-
18 orang pemukul terebang gembrung
-
2 orng pemukul kontreng (penderes dan penimbal)
Terdapat tiga macam waditera, yaitu:
1.
Bedug, yang berbentuk seperti kendang/gendang
terbuat dari kayu dengan menggunakan membran kulit rusa.
2. Terebang
Gembrung, terbuat dari kayu dengan membran kuit kambing, bentuk dan ukurannya
berbeda dengan terebang rudat (hadrah) maupun qasidah. Tanpa simbal.
3.
Terebang kontreng, yaitu terebang jenis hadrah,
terbuat dari kayu dan membran kulit kambing, tanpa simbal.
Jenis Pukulan dan Pentas
Ada lebih dari sepuluh jenis pukulan dan lagu, namun
baru bisa dimainkan beberapa saja, yaitu pukulan yang dinamai sebagai berikut:
1.
Solawat Nabi
2. Asala
3. Allahu’an
4. Aripa
5. Alipi
Salu
6. Salilaya
7. Kana
Kal
8.
Usil-usil Kumbang
Pentas Terebang Gembrung pada acara resepsi
pernikahan lazimnya dimulai bakda Isya hingga tengah malam (pukul 00:00 WIB).
Apabila jenis lagu dinyanyikan seluruhnya bisa mencapai waktu subuh. Para
pemain waditera sekaligus vokal dzikir, dipimpin oleh pemuku bedug. Tidak ada
vokalist khusus. Ritual hadorot dilakukan sebelum pentas, jika tidak dilakukan
hadorot maka suara alat musik tidak nyaring. Frekuensi pentas resepsi tidak
menentu, kadang sebulan ada 2 (dua) kali, kadang dalam dua bulan tidak ada sama
sekali, biasanya di bulan Muharram dan Safar.
Latihan rutin biasanya diadakan setiap malam minggu
dari pukul 21:00 s/d 23:00 WIB. Pentas
di event lain pada ultah Kota Serang.
Pernah pula pentas pada pada acara pertemuan pendekar yang dipimpin H. Chasan
Sochib di sekitar Pasar Rau Kota Serang. Pentas paling jauh pernah sampai ke
Pamarayan pada resepsi pernikahan.
Adapun kegiatan sehari-hari personil grup beraneka
ragam, Aminudin menggembala kerbau, yang lainnya dagang hasil pertanian, buruh
tani, dan Tusman sebagai ketua Rt:03/02 di lingkungan Cikentang. Mereka tidak
menggantungkan nafkah dari kesenian Terebang Gemberung tetapi dari kegiatan
sehari-hari, Gembrung adalah untuk melestarikan kesenian dari para orang tua,
demikian kata Tusman,
Gambar1: Bapak Jahidi (Jidi, 60). Pimpinan dan pelatih dzikir Grup
Terebang Gede Link. Cikentang (diambil pada Jum’at, 3/11/2017, Camera: Andromax
A, copyright: Purwo Rubiono/DKB)
Gambar2: Bapak Aminudin (48), Pemilik tempat latihan sekaligus personil
dan pelatih waditera Grup. (diambil pada Jum’at, 3/11/2017, Camera: Andromax A,
copyright: Purwo Rubiono/DKB)
Gambar3: Bapak Tusman, kordinator manajemen dan promosi. (diambil pada
Jum’at, 3/11/2017, Camera: Andromax A, copyright: Purwo Rubiono/DKB)
Gambar4: Lingkungan Cikentang (ada masjid), Desa Sayar, Kec. Taktakan,
Kota Serang. (diambil pada Jum’at, 3/11/2017, Camera: Andromax A, copyright:
Purwo Rubiono/DKB)
Gambar5: Bedug/Kendang yang digunakan dalam kesenian Terebang Gembrung.
(diambil pada Jum’at, 3/11/2017, Camera: Andromax A, copyright: Purwo
Rubiono/DKB)
Gambar6: Terebang Penderes (tengah, putih) dan penimbal (kanan).
(diambil pada Jum’at, 3/11/2017, Camera: Andromax A, copyright: Purwo
Rubiono/DKB)
Gambar7: Terebang Penderes dan
penimbal. (diambil pada Jum’at, 3/11/2017, Camera: Andromax A, copyright: Purwo
Rubiono/DKB)
Gambar8: Terebang Gembrung. (diambil pada Jum’at, 3/11/2017, Camera:
Andromax A, copyright: Purwo Rubiono/DKB)
Gambar9: Rumah Bapak Aminudin sekaligus tempat latihan, di lingkungan
Cikentang Rt. 01/02. (diambil pada Jum’at, 3/11/2017, Camera: Andromax A,
copyright: Purwo Rubiono/DKB).
Gambar9: Rumah Bapak Aminudin sekaligus tempat latihan, di lingkungan
Cikentang Rt. 01/02. (diambil pada Jum’at, 3/11/2017, Camera: Andromax A,
copyright: Purwo Rubiono/DKB).
~##~
No comments:
Post a Comment