Oleh:
Purwo Rubiono
(disampaikan
dalam acara bukber UKM Pandawa Untirta Serang, Rabu 20Mei2020 pukul 15:00 WIB)
Diam menurut KBBI adalah tidak bersuara, tidak bergerak, tidak berbuat
(usaha) apa-apa. Sedangkan berdiam diri dalam al-Qur’an disebutkan satu kali
pada ayat 33 surat al-Ahzab, ini bukan cocokologi melainkan penafsiran Quran
secara kekinian serta sesuai metodologi tafsir diroyah yaitu tinjauan bahasa, logika (ilmu mantiq) serta ushul
fikih yang didalamnya terdapa prinsip (kaidah) “Menolak mafsadah (kerusakan) didahulukan daripada mengambil
kemaslahatan”.
Dalam Sura Al Ahzab (33) ayat 33 :
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ
وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأولَى وَأَقِمْنَ الصَّلاةَ وآتِينَ
الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ
عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
"dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya."Dapat ditafsirkan kira-kira demikian: Kita diminta berdiam di rumah (Lockdown, Karantina Mandiri), tidak bertingkah laku jahiliyah (bodoh) dengan mengikuti protokol covid19, melaksanakan shalat, zakat, taat pada prinsip kemanusiaan dan ketuhanan. Itulah salah satu cara menghilangkan dosa, wabah, pandemik. Pembersihan ini mencakup lahiriyah dan batiniyah.
Dapat disimpulkan juga bahwa berdiam diri adalah salah satu proses
pembersihan.
Karantina wilayah diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang
Kekarantinaan Kesehatan.
Dalam Undang-Undang ini, karantina wilayah didefinisikan sebagai pembatasan
penduduk dalam suatu wilayah termasuk wilayah pintu masuk beserta isinya yang
diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk
mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.
Berdiam diri (berkhalwat) dilakukan oleh Muhammad SAW sebelum sebelum beliau
diangkat menjadi Nabi. Beliau berdiam diri di Gua Hira di setiap bulan ramadhan
setiap tahunnya, berdiam diri ada yang hingga sebulan lebih. Berdiam diri
berakhir ketika beliau menerima wahyu.
Ada banyak istilah lain untuk berdiam diri ini, diantaranya adalah
meditasi, samadi (semedi), tapa brata, dzikir, puasa, menyepi, uzlah, tirakat
(tarekat).
Di Baduy Dalam (Urang Kanekes)
dikenal dengan istilah Kawalu, dimana selama tiga bulan tidak melakukan
kegiatan pertanian atau kegiatan usaha lainnya, mereka hanya berdiam di rumah berdoa
bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, disertai dengan puasa selama tiga hari,
yaitu puasa satu hari dalam setiap bulan kawalu.
Apapun sebutannya, berdiam diri adalah aktifias untuk pengembangan kapasitas
manusia. Ia bertujuan untuk mendekatkan diri
kepada Tuhan Yang Maha Esa yang bersemayam di alam batin. Tradisi ini merupakan
tradisi asli nusantara, adapun praktek-praktek yang dilakukan baik di India
maupun di Tibet itu berasal dari Nusantara yang dibawa oleh para imigran Nusantara
saat banjir besar melanda Nusantara.
Tapa Brata dan Semedi merupakan upaya peningkatan kesadaran spiritual
manusia, yaitu upaya mencapai kesadaran ilahiyah, dimana ia dapat merasakan
kehadiran Ilahi dalam dirinya. Biasanya prakek ini diawali dengan duduk atau mengambil posisi rileks, mengolah
pernafasan secara rileks, memfokuskan pikiran pada tujuan tertentu, misalnya
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam konsep lain fokus pikiran merupakan
kekosongan (suwung), namun karena mengosongkan pikiran itu tidak bisa dilakukan
maka cukup dengan fokus. Dapat dibantu dengan kata-kata misalnya dalam zikir
menyebtu akat “Allah”. Proses ini dilakukan hingga mencapai “trans”. Yaitu
pencapaian posisi kesadaran yang tinggi dimana ia dapat merasakan realitas
metafisik, pada kondisi inilah pesan-pesan spiritual dapat ditangkap. Pada
kondisi tertentu seseorang tidak lagi terliha secara kasat mata karena
perubahan materi tubuhnya menjadi energi. Inilah yang disebut dengan Kenaikan
(Isa Al-Masih) , atau Moksa (Patih Gajah Mada) atau Ngahiyang (Prabu Siliwangi).
Artinya seseorang bisa menjadi tidak terlihat atau terlihat sesuai kebutuhan.
Analisis ilmiah dapat dikaji melalui disiplinn ilmu fisika kuantum, diantaranya
menggunakan rumus E=MC2 (Energi =
Massa dikalikan dengan waktu kwadrat).
Raja-raja pada zaman dahulu kala amat dihormati dan ditaati oleh
rakyatnya karena mereka percaya bahwa titah raja adalah titah Tuhan, sabda raja
adalah sabda Tuhan. Ini karena untuk menjadi raja pada zaman dahulu harus
melalui jalan spiritual, seperti Tapa Brata atau Semedi, dengan demikian, raja
memiliki kemampuan mendengar pesan spiritual yang kemudian menjadi petunjuk
bagi rakyatnya.
Dalam khazanah Islam hal ini bisa dilakukan melalui disiplin Tasawuf.
Yaitu melakukan praktek dzikir hingga mencapai tajali. Tokoh-tokoh tasawuf
diantaranya adalah Rabiatul Adawiyah, Al-Ghazali, Ibnu ‘Arabi, Jalaludin Rumi,
Abu Nawas, Al-Hallaj, Syekh Siti Jenar, dll.
Kenaikan kesadaran ini tidak hanya terjadi pada manusia melainkan juga
pada alam semesta, misalnya bumi dan benda-benda langit lainya. Artinya semua
benda bisa menjadi tidak terlihat. Hal ini juga berkaitan dengan kalender
galaksi yang dimiliki oleh Suku Maya, dimana tata surya kita mengalami siklus
berulang setiap 65.000 tahun sekali, siklus tersebut dapat dibagi dua secara
universal, yaitu zaman kegelapan (Kaliyuga) dan zaman keemasan (Satyayuga).
Saat ini kita sedang memasuki zaman keemasan hingga 2000 tahun kedepan.
Kesimpulan
Berdiam diri merupakan tradisi Nusantara dengan berbagai sebutan
seperti tapa brata, semedi, kemudian mengalami asimilasi sesuai dengan datangnya
kearifan baru dari berbagai keyakinan seperti meditasi, zikir, puasa, uzlah,
tirakat, dan sebagainya. Tujuan dari
berdiam diri adalah untuk membersihkan manusia baik secara lahiriyah maupun
batiniyah dengan tujuan akhirnya adalah meningkatkan kesadaran manusia.
[] 😀
(dari berbagai sumber)
Copyright (c) Cakwo 2020
No comments:
Post a Comment