Selamat datang di blog KJB! Selamat Anda telah mendapat peunjuk dari Tuhan sehingga diarahkan menuju webblog ini, Anda orang yang terpilih

Klik to Chat Admin

Friday, March 19, 2021

RUANG RINDU -Chord Rafika Duri version




RUANG RINDU

Letto by Rafika Duri



Do=D, bossa. 4/4



Pa bapapa pa rap

Bapapa pa rap

Ba pa pa parap

Pap pap pap pap



D Em G A D

Di daun yang ikut mengalir lembut

D Em G A

terbawa sungai ke ujung mata

D Em G A D

Dan aku mulai takut terbawa cinta

D Em G A-----------A

menghirup rindu yang sesakkan dada



Bm A G A D

*Jalanku hampa dan ku sentuh dia,

Bm A G A D

terasa hangat di dalam hati

Bm A G A D

Kupegang erat dan kuhalangi waktu,

Bm A G A D

tak urung jua ku lihatnya pergi



break|Am7|D|Am7|Em7|Em7|



D Em G A D

Tak pernah kuragu dan selalu kuingat

D Em G A

kerlingan matamu dan sentuhan hangat

D Em G A D

Ku saat itu takut mencari makna,

D Em G A

tumbuhkan rasa yang sesakkan dada



Bm A G A D

Kau datang dan pergi begitu saja,

Bm A G A D

semua ku terima apa adanya

Bm A G A D

Mata terpejam dan hati menggumam,

Bm A G A D

di ruang rindu kita bertemu
(interlude)

||:D |Em |G |A |D |

|D |Em |G |/ |A :||



Bm A G A D

*Jalanku hampa dan ku sentuh dia,

Bm A G A D

terasa hangat di dalam hati

Bm A G A D

Kupegang erat dan kuhalangi waktu,

Bm A G A D

tak urung jua ku lihatnya pergi



Bm A G A D

Kau datang dan pergi begitu saja,

Bm A G A D

semua ku terima apa adanya

Bm A G A D

Mata terpejam dan hati menggumam,

Bm A G A D

di ruang rindu kita bertemu
D Em G-A-D (tutti)

di ruang rindu kita bertemu

Saturday, March 13, 2021

PARADIGMA BUMI BARU





Oleh: Purwo Rubiono, S.Ag.)*

Ketika dikatakan Paradigma Bumi Baru maka dalam pikiran kita langsung tercipta persepsi dikotomis berupa Bumi Baru versus Bumi Lama, kemudian membayangkan seperti apakah Bumi Baru itu terbentuk sementara Bumi Lama belum dapat ditemukan gambaran yang tuntas. Istilah “Bumi Baru” sendiri sudah lama terdapat dalam Kitab Injil (Yesaya 65:17 dan 66:22, Petrus 3:13, Kitab Wahyu 21:1), sedangkan dalam Al-Qur’an hanya dikatakan pergantian umat yang lama kepada umat yang baru (Al-Maidah: 54), tentang penciptaan bumi (Al-Anbiya:30) dan banyak lagi konteks tentang kaum yang dibinasakan. Dalam wacana sejarah tertua terdapat kisah bangsa Atlantis – berdasarkan catatan Plato, dan Lemuria (Cerve, 1931). Kemudian muncul wacana Kiamat 2012 berdasarkan kalender Suku Bangsa Maya di Amerika Selatan. Adapun dalam Kitab Weda terdapat istilah Catur Yuga, yaitu siklus zaman yang dibagi menjadi empat zaman yang dapat diambil menjadi dua zaman besar yaitu zaman keemasan dan zaman kegelapan, masing-masing zaman berlaku selama ribuan tahun. Belakangan siklus yuga ini diteliti melalui aspek astronomi dan terbukti bahwa siklus ini dihitung berdasarkan perputaran tatasurya mengelilingi matahari besar pusat galaksi.

Interpretasi tentang Bumi Baru jika berdasarkan Kitab Injil secara ontologis berkisar tentang waku kosmis yang telah diubah menjadi “keabadian”. Hipotesisnya adalah konsep waktu, atau sebaliknya, waktu tidak berlaku. Konsep keabadian muncul berdasarkan karakteristik-karakteristik; tidak ada kematian; kesedihan; penyakit; dan ketakutan. Secara epistemologi terbentuknya Bumi Baru bermakna meninggalkan Bumi Lama, tatanan lama dilupakan dan tidak ada lagi dalam ingatan dan pikiran manusia. Namun terdapat persepsi lain yang menggambarkan bahwa pada dasarnya tidak ada yang baru, hanya saja sesuatu yang lama itu direnovasi menjadi baru. Maka dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa Bumi Baru adalah bumi yang lama namun telah diperbaharui, direnovasi menjadi lebih baik. Demikian pula di Bumi Baru itu terdapat kaum yang lebih baik dari sebelumnya karena pertobatan yang mereka lakukan dengan sungguh-sungguh dan kembali kepada jalan yang benar. Diceritakan pula bahwa proses pergantian menuju Bumi Baru didahului dengan langit yang gelap disertai suara yang keras, kemudian semua unsur baik yang di langit maupun di bumi akan dibakar hingga larut sehingga tersingkap semuanya. Kemudian ditanyakan dalam keadaan bagaimanakah manusia menjalani kekudusan dan kesalehannya saat itu.

Dalam Islam penciptaan bumi secara fisik dijelaskan dalam Surat Al-Anbiya ayat 30 dengan terjemahan berikut ini: Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi keduanya dahulunya menyatu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya; dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air; maka mengapa mereka tidak beriman?

Dari ayat diatas dapat dipetik perihal langit dan bumi adalah satu, kemudian dipisahkan, kehidupan tercipta dimulai dari air. Bersatunya langit dan bumi tidak dapat dibayangkan karena akal tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman tentang hal tersebut, namun sebagai jembatan pemahaman dapat dicoba melalui analogi gelombang radio, bahwa sinyal radio dapat diterima melalui gelombang, demikian pula radiasi (misalnya cahaya) memancar dan merambat melalui gelombang, semua difasilitasi melalui gelombang, gelombang sebagai media. Tetapi dalam gelombang memiliki frekuensi yang berbeda sebagaimana halnya sinyal dari sebuah stasiun radio yang memiliki frekuensi yang berbeda-beda antara stasiun radio yang satu dengan radio yang lainnya. Terlebih jika mengambil analogi sinyal telepon seluler, bahwa setiap orang memiliki nomor telepon yang berbeda dimana nomor yang satu tidak saling mengganggu nomor lain yang sedang berkomunikasi. Maka dapat disimpulkan sementara bahwa bumi diciptakan bukan hanya dalam bentuk fisiknya saja melainkan juga non fisik atau metafisik, hipotesis ini berdasarkan bahwa langit dan bumi bersatu, sementara untuk memahami langit belum ada interpretasi yang lengkap dimana Quran sendiri menyatakan bahwa langit ada tujuh sebagaimana dalam Al-Quran Surat Fushilat ayat 12: Lalu diciptakan-Nya tujuh langit dalam dua masa dan pada setiap langit Dia mewahyukan urusan masing-masing. Kemudian langit yang dekat (dengan bumi), Kami hiasi dengan bintang-bintang, dan (Kami ciptakan itu) untuk memelihara. Demikianlah ketentuan (Allah) Yang Mahaperkasa, Maha Mengetahui.

Dapat dipetik makna bahwa langit yang paling dekat dengan bumi dihiasi bintang-bintang yang artinya ini menerangkan keadaan bumi secara fisik. Lalu dalam tiap-tiap langit itu ada urusannya masing-masing yang telah diatur entah apa saja perbedaan secara spesifik dari setiap langit itu hanya Tuhan Yang Tahu karena manusia tidak memiliki pengetahuan atau pengalaman ke arah itu. Ini menandakan bahwa di langit yang lain bersifat gaib -tidak kelihatan, tersembunyi, tidak nyata; KBBI. Ini karena diluar pengetahuan mansuia, maka dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa langit memiliki unsur metafisik karena ke-gaib-annya itu. Jika demikian, maka dapat dilogikakan bahwa apabila langit memiliki unsur metafisika maka demikian pulalah dengan bumi. Ini karena pada mulanya bumi dan langit itu satu. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk membahas Bumi Baru agar dapat menemukan titik terang tentang perwujudan Bumi Baru apakah berbentuk fisik, metafisik, atau keduanya, termasuk paradigma yang berlaku bagi penduduk Bumi Baru tersebut.

Adapun kalimat selanjutnya dari ayat diatas menjadi hal yang lebih menarik dan menggelitik lagi, dimana dinyatakan bahwa bintang-bintang itu diciptakan “untuk memelihara”. Hal ini akan penulis dibahas dalam tema yang lain diserta beberapa interpretasi dari para ahli tafsir.

Paradigma Bumi Baru dalam konsep Mahayuga yang terdapat pada agama Hindu dapat dicirikan melalui indikator berdasarkan moralitas penduduk bumi. Hal ini dapat dilihat berdasarkan sifat-sifat Yuga (sanskerta; zaman) yang terbagi dalam empat fase yaitu Satyayuga, Tretayuga, Dwaparayuga dan Kaliyuga. Pada masa Satyayuga, kesadaran umat manusia akan Dharma akan tinggi, yakni berupa kebenaran, kebajikan, kejujuran. Budaya manusia sangat luhur. Moral manusia tidak rusak. Kebenaran sangat dijunjung tinggi sebagai aturan hidup. Hampir tidak ada kejahatan dan tindakan yang melanggar aturan. Maka dari itu, zaman tersebut disebut juga ‘zaman keemasan’. Pada masa Tretayuga merupakan zaman kerohanian. Sifat-sifat kerohanian sangat jelas tampak. Agama menjadi dasar hidup. Meskipun begitu, orang-orang mulai berbuat dosa dan penjahat-penjahat mulai bermunculan. Pada zaman ini, seseorang yang pandai, memiliki pengetahuan dan wawasan luas, serta ahli filsafat akan sangat dihormati. Pada masa Dwaparayuga, manusia mulai bertindak rasional. Penjahat-penjahat dan orang-orang berdosa bertambah. Kelicikan dan kebohongan mulai tampak. Yang diutamakan pada zaman ini adalah pelaksanaan ritual. Asalkan mampu melaksanakan upacara, maka seseorang akan dihormati. Akhir zaman Dwapara dimulai ketika Kresna meninggal, setelah itu dunia memulai zaman terakhir, Kali Yuga. Zaman terakhir, Kaliyuga, merupakan zaman kehancuran. Banyak manusia mulai melupakan Tuhan. Banyak moral manusia yang rusak parah. Kaum pria banyak berkuasa dan wanita dianggap sebagai objek pemikat nafsu mereka. Banyak siswa berani melawan gurunya. Banyak orang-orang yang mencari nafkah dengan tidak jujur. Dan banyak lagi kepalsuan, kebohongan, kejahatan, dan tindak kekerasan. Pada zaman ini, uang yang paling berkuasa. Hukum dan jabatan mampu dibeli dengan uang.

Secara astronomi bumi memasuki zona foton, zona ini berwarna emas jika dilihat melalui teleskop, foton diduga tercipta sebagai radiasi cahaya matahari besar galaksi yang kemudian memancar membentuk sabuk seperti donat, sabuk ini merupakan cahaya dengan panjang gelombang yang tinggi yang dapat mempengaruhi seluruh benda yang melintasinya termasuk bumi beserta tatasuryanya, pengaruh itu dalam aspek fisik maupun metafisik, bumi dan penduduknya. Oleh karena itu dampak yang terjadi pada manusia berupa semakin tajamnya intuisi, semakin mudah terhubungan dengan kesadaran yang lebih tinggi (subconsciousness, superconsciousnes), menemukan jati diri, mendeteksi kebenaran dan ketidakbenaran berdasarkan intuisi sehingga tidak memerlukan lagi cara kebohongan dan kecurangan dalam mencari nafkah, adapun secara fisik manusia tidak memerlukan waktu tidur lebih banyak, jam tidur pun berubah, tubuh lebih sehat dan kuat dari sebelumnya, tubuh menjadi lebih ringan karena tidak lagi menerima makanan-makanan yang bervibrasi sberat seperti daging hewan berkaki empat, makanan bertoksik dan bersintetis seperi penyedap buatan, pewarna, pengawet (Dolores Cannon, 2011). Hal demikian terjadi karena foton mempengaruhi tubuh mulai dari tingkat DNA (David Wilcock, 2015). Maka dapat disimpulkan bahwa Paradigma Bumi Baru adalah perubahan kondisi bumi dan penduduknya menjadi lebih baik. Periode ini juga periode pengungkapan dimana semua hal, baik kebohongan maupun kebenaran diperlihatkan secara jelas, nyata dan terbuka. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa paradigma Bumi Baru bukanlah sekedar paradigma melainkan pergerakan semesta. Tentang bagaimana selanjutnya keadaan Bumi Lama adalah menjadi pilihan penduduknya, pilihan akan mempertahankan tatanan lama atau ikut dengan gerakan semesta, ini menunjukkan adanya dua paradigma yang tetap eksis dengan konsekuensi tertentu bagi keduanya. Tentang konsekuensi ini akan dibahas secara panjang lebar pada kesempatan yang lain.

*) Penulis adalah pengamat budaya dan seniman. Tinggal di Kota Serang.

Monday, March 8, 2021

ikuti blog ini

Follow My Blog

Popular Posts

KARYA KITA