Selamat datang di blog KJB! Selamat Anda telah mendapat peunjuk dari Tuhan sehingga diarahkan menuju webblog ini, Anda orang yang terpilih

Klik to Chat Admin

Sunday, December 7, 2014

KOSALA :TEKA-TEKI DI NUSANTARA



Oleh: Purwo Rubiono, S.Ag.

Konon, dalam sebuah pertunjukan teater, tersebutlah sebuah desa bernama Kosala. Desa ini berada  di daerah pesisir selatan Banten.  Kosala dikuasai oleh sekelompok bajak laut yang hidup dari merampok berbagai kapal yang lewat di sepanjang pesisir tersebut, tak hanya itu keperluan warga di desa Kosala pun turut dijarahnya.
Perompak-perompak ini memiliki prinsip hidup “Dalam pekerjaan biasa dan terhormat, berarti bekerja mati-matian untuk upah yang sedikit. Sedangkan kehidupan seorang bajak laut, adalah puncak kemenangan dan keserakahan, kepuasan dan kekayaan, kebebasan dan lagi, kekuasaan!” (Bartholomew Roberts). Pentas teater yang disutradari oleh Taufik Pria Pamungkas ini menggunakan artistik tradisional, juga musik tradisional dengan lirik berbahasa daerah Banten.
Pentas teater Kain Hitam dari GESBICA IAIN SMH Banten ini cukup banyak menampilkan peran komikal baik dari segi dialog maupun mimik yang menimbulkan kesan ringan dan mudah dicerna. Meskipun demikian, alur cerita tetap terjaga. Bajak laut sebagai tokoh antagonis ini digambarkan kesuksesanya menguasai daerah kosala, dengan banyaknya harta yang dimiliki, serta tawanan-tawanan wanita cantik. Namun tak disangka, bahwa wanita-wanita itu memiliki pemimpin seorang puteri yang sakti. Maka pada suatu pesta para perompak, datanglah putri tersebut untuk menantang kesaktian dan kehebatan perompak, dengan perjanjian jika di pihak perompak kalah, maka para perompak harus turut menjaga kemanan dan kesejahteraan warga Kosala, serta kelompok Perompak harus dibubarkan dan berbaur dengan masyarakat Kosala. Maka pertempuran pun terjadi, dan perompak pun kalah. Para perompak harus mentaati konsekuensi kekalahannya. Akhir cerita, daerah ini dinamakan sebagai daerah Bayah.
Demikianlah cerita fiksi dari pentas teater yang berdurasi lima puluh menit ini diwarnai adegan-adegan duel satu lawan satu, dengan jurus-jurus tangan kosong, juga jurus-jurus kepiawaian menggunakan pedang dan golok yang “unik” dan teatrikal. Memang masih terdapat penumpukan vokal dengan musik ilustrasi sehingga kurang terdengar apa yang dikatakan aktor,  tentu saja musik tidak bisa dilawan oleh vokal manusia yang memiliki keterbatasan fisik. Demikian pula pada aspek naturalisme dalam berakting sebenarnya masih bisa dimaksimalisasikan, atau mingkin faktor fisik pula, karena pentas ini dilakukan tiga kali dalam sehari, tentu ini menguras energi aktor. Secara keseluruhan, pentas tetaer ini sangat layak untuk dinikmati oleh masyarakat Banten, terutama para pelajar dan mahasiswa. Tampaknya sang Sutradara sedang menabung apresiator teater, bahwa nantinya, pentas-pentas ini akan menjadi pemicu tergeraknya generasi masyarakat Banten yang lebih berapresiasi terhadap kesenian. Nilai-nilai yang tertanam dalam kesenian itu amat tinggi, misalnya kebiasaan memahami simbolisme dan  metafora, masyarakat kita akan terlatih memaknai berbagai gejala kehidupan, untuk kemudian meresponnya. Dampak kecerdasan yang ditimbulkan  dari pentas teater pada aspek mental, oleh karenanya, pentas teater dan pentas-pentas seni lainnya harus diusung dan didasari dari tujuan ini. Pembentukan karakter bangsa dari segi mentalitas.
Simbol bajak laut adalah simbol kegagahan yang dimotivasi dari keserakahan, kerakusan, dan segala aspek negatif di ruang jiwa. Dikontradiksikan dengan kekuatan kelembutan yang disimbolkan oleh seorang puteri, yang mengusung kedamaian, kesejahteraan, kebersamaan, gotong royong, kesadaran kolektif, cinta, dan semua aspek positif pada jiwa manusia. Persoalan yang ditampilkan bisa saja menjadi lebih rumit, semisal dengan menambahkan istilah-istilah atau kasus-kasus yang terjadi pada saat ini, tergantung kepada segmentasi penonton  yang ingin kita sajikan. Tetapi, baik rumit maupun sederhana, pentas teater selalu mematuhi hukum dalam dramaturgi, bahwa “kejahatan selalu kalah oleh kebajikan”.
Kosala sendiri meruapkan nama yang tidak asing bagi orang Banten bahkan masyarakat nusantara. Di daerah Cibeber, di Kabupaten Lebak, terdapat lokasi bernama Lebak Kosala, yaitu sebuah bukit yang terdiri dari komplek menhir megalitikum. Kosala juga adalah sebuah kota di negeri Ayudya sebagaimana diceritakan dalam kisah Ramayana dan Mahabharata. Di Jawa, Kosala adalah sebuah kerajaan, yang juga disebut sebagai kerajaan Ayodya. Kedua kerjaan ini bicara tentang Sri Rama. Dalam penelitian lain, ada disebutkan bangsa Rama, yang konon sangat hobi berperang untuk memperluas daerah kekuasaannya. Konon, bangsa Rama adalah bangsa Atlantis, negeri ini berdampingan dengan negeri dari bangsa Lemuria. Bangsa Rama adalah bangsa yang menempati daerah yang sekarang India, Mesir dan Amerika Tengah, sedangkan bangsa Lemurian tinggal di daerah Nusantara hingga yang sekarang menjadi perairan samudera pasifik. Kedua bangsa ini memiliki tingkat ilmu pengetahuan dan kesaktian yang sama, namun bangsa Lemuria tidak suka berperang. Konon, pada periode awal kedua bangsa ini, terjadi penyerangan oleh bangsa Atlantis kepada bangsa Lemuria, yang kemduian daerah Lemuria dikuasai bangsa Atlantis. Simbolisme keserakahan bajak laut dari fiksi di atas dapat dianalogikan kepada bangsa Rama atau Atlantis. Sedangkan Bangsa Lemuria yang lemah lembut dapat dianalogikan sebagai seorang putri.
Tentang seorang putri, bisa juga kita analogikan sebagai seorang ratu, dimana sudah terdapat banyak penelitian di Indonesia tentang keberadaan seorang ratu yang sangat berkuasa. Dibuktikan dari berbagai peninggalan sejarah, seperti Candi Boko yang dikonotasikan sebagai bekas kerajaan Ratu Boko, atau dalam tulisan lain sebagai Ratu Bilkis. Boleh percaya boleh tidak. Tentu saja penonton diberi kebebsana untuk memaknai cerita, dan menemukan kebenaran dari dalam dirinya sendiri.



No comments:

ikuti blog ini

Follow My Blog

Popular Posts

KARYA KITA